Buku Pertama, Memicu Hasrat Menulis Buku Berikutnya
Oleh: Lestari, S.Pd. *)
Lestari, S.Pd. dan buku-buku karyanya |
Berbicara tentang menulis, sangat menarik untuk dikupas.
Hampir semua orang mengetahui tentang tulis-menulis, namun tidak semua orang
dapat menulis. Tiap dibahas mengenai menulis, muncul pernyataan bahwa menulis
itu jlimet alias sulit. Butuh waktu yang lama untuk menuangkan ide
secara tertulis. Memerlukan ketelatenan dalam menuangkan gagasan. Buat apa
menulis kalau tak ada gunanya, ini merupakan pendapat orang-orang yang
belum bisa menulis karya, seperti artikel, apalagi sebuah buku.
Seorang penulis harus mampu menjaga suasana hati agar selalu
konsisten dalam menulis. Penulis mampu membangun kenyamanan dalam menulis secara
santai. Seorang penulis perlu menjaga pola makan yang teratur, agar otak dapat
diajak berpikir jernih. Penulis mampu menanamkan budaya on time alias
jangan molor. Penulis juga tak gampang menyerah, karena penulis itu seperti
pejuang sejati dalam meraih cinta sejati.
Sebagai penulis pemula, sebenarnya tak perlu canggung.
Tanamkan selalu rasa percaya diri. Pertama menulis memang terasa kagok,
mengingat perbedaharaan kata yang dimiliki terbatas. Teruslah menulis, meski
dalam kondisi apapun. Saat sibuk maupun santai, teruslah mengerakkan jari-jari
untuk menari-nari di atas laptop. Jangan gampang putus asa, karena putus asa
itu dosa.
Teruslah tuangkan ide-ide yang ada dalam otak dalam
bentuk tulisan. Baca dan baca hasil tulisan, agar tulisan perdana tidak salah
kaprah. Jadilah seorang penyunting sekaligus editor handal bagi tulisan
sendiri. Namun, editor hebat membutuhkan rasa percaya diri dan terbuka terhadap
kritikan orang lain.
Waktu yang tepat dapat memperlancar otak untuk menuangkan
ide dan gagasan dalam bentuk tulisan. Saat santai, kita bisa meluangkan waktu
sejenak untuk menulis. Saat sibuk, hilangkan rasa penat dengan menulis, meski
hanya sebait. Saat menyendiri, tuangkan ide secara tertulis melalui goresan
pena pada buku harian atau buku agenda. Saat melihat fenomena yang menyentuh
perasaan, tuangkan ide, meski hanya satu paragraf. Saat emosi, redam mood
kita dengan menulis puisi atau cerita, sehingga emosi tak meledak-ledak. Saat
bepergian kita juga bisa menulis suasana hati dalam perjalanan pada note
di HP android. Kemana saja dan kapan saja, kesempatan menulis terbuka
lebar, tinggal kemauan penulis saja.
Agar kosakata penulis bertambah dan berkembang, seorang
penulis pemula memerlukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat seperti: membaca
majalah, membaca cerpen, membaca novel, membaca buku referensi, menonton TV,
bahkan mengobrol bareng tetangga alias bergosip ria. Bercanda dengan anak-anak
di rumah juga bisa menambah ide dalam menulis. Pokok bahasan kecil tentang
keluarga, masyarakat, budaya dan sosialita, dapat menjadi topik yang menarik
untuk ditulis. Maka, teruslah memahami dan peka terhadap apa yang dilihat dan
diamati dalam kehidupan sehari-hari.
Begitu mudah langkah dalam menulis, namun tak semua orang
dapat menjalankannya. Hanya orang-orang yang berkomitmen dan mau berkarya,
mampu menghasilkan tulisan yang hebat.
Zaman now banyak bermunculan guru-guru penulis
yang mampu menulis buku. Semula berawal dari keikutsertaan dalam diklat menulis
dan dipaksa untuk menghasilkan karya. Sertifikat dibagikan apabila peserta
diklat menghasilkan buku. Sebagai penulis pemula, saya juga merasakan mahalnya
biaya diklat, mendorong saya menulis buku populer tentang best practice. Langkah ini, membawa saya insaf, setelah lama
meninggalkan padepokan menulis. Padahal saat kuliah, saya sering menulis di
buku harian tentang peristiwa yang saya alami masa kuliah.
Kini, saya menjadi seorang guru SMA yang mampu menulis
buku. Langkah saya tak surut di situ saja. Gara-gara buku pertama saya,
berhasrat menulis buku selanjutnya. Tak hanya buku, penulis juga guru produktif
dalam menulis PTK dan artikel. Banyak teman yang mengajak berdiskusi tentang
bagaimana kok bisa menulis buku. Saya penuh percaya diri menjawab, “Guru
memiliki banyak permasalahan yang dapat diangkat dalam bentuk tulisan. Guru
kreatif mampu menulis kondisi dan cara penanganan permasalahan di kelas”.
Guru tak pernah kehabisan ide. Guru selalu memiliki
banyak cara untuk menulis melalui pengamatan fenomena di sekolah. Namun, guru
merasa sibuk dengan aktivitas mengajar dan alih-alih gak punya waktu.
Berikut tips menulis berdasarkan pengalaman yang saya
alami. Gemar membaca, penulis yang senang membaca akan bertambah banyak
wawasannya. Mengikuti pelatihan atau diklat tentang kepenulisan yang mampu menambah
pengetahuan dan gambaran dalam menulis. Berkencan dengan ide atau gagasan,
dengan maksud ketika menulis, biasakan terus menuangkan ide secara tertulis
setiap waktu.
Target yang jelas sebagai komitmen untuk berhasil dalam
karya. Hindari rasa jenuh yang menghambat cucuran gagasan. Penuh percaya diri
kalau kita mampu menulis dengan baik, meskipun terkadang tulisan kita masih
belum perfect. Budayakan membaca
tulisan kita setelah tulisan tersusun. Jangan takut untuk merombak tulisan kita,
bahkan merevisi. Kepekaan seorang penulis terhadap hasil tulisan sendiri mampu
menghasilkan tulisan yang hebat.
Kenapa harus menulis? Ternyata menulis banyak faedahnya.
Dengan menulis kita bisa dikenal banyak orang dari buku yang kita tulis.
Menulis itu prestasi, karena penulis juga bisa mendapatkan penghargaan, contohnya
pada acara memperingati Hardiknas 2019, Pemkab Grobogan memberikan anugerah
medali kepada penulis atas karya bukunya.
Menulis itu kebanggaan yang bisa kita share pada
orang lain sebagai ganti kartu nama. Menulis juga bisa dipakai sebagai syarat
untuk kenaikan pangkat. Dengan menulis, kita bisa ikut serta dalam lomba
bergengsi. Saya bangga, sebagai guru, juga bisa menulis 5 buku yang telah
dibaca banyak orang. Artinya, ilmu saya telah dibaca orang lain, sehingga
bermanfaat. Salam Literasi. Ayo menulis.!
*) Lestari, S.Pd. adalah peserta Lokakarya Penulisan
Cerpen dan Esai FSPG 2019. Sehari-hari menjadi guru Bahasa Inggris di SMA Negeri
1 Toroh. Telah menulis sejumlah buku, antara lain: Dahsyatnya Gotong Royong Sekolah
Mutiara, Meraih Adiwiyata Nasional; Kismis
Putih Abu-Abu; Brownies di Kelasku; dan Speak and Draw (Panduan Mengajar
Speaking).
0 Response to "Buku Pertama, Memicu Hasrat Menulis Buku Berikutnya"
Posting Komentar