Menulis, Mengekspresikan Rasa
Oleh Istikomah*)
Sejak kecil, Bapak selalu menceritakan dongeng sebagai
pengantar tidurku. Dan kelas V SD, aku mulai suka sekali membaca buku-buku
cerita. Entah karena apa, setiap kali ada buku-buku bacaan, aku langsung
tertarik dan betah berlama-lama menyendiri, sekedar menelusuri isinya.
Waktu itu, aku lebih tertarik pada buku bacaan anak dan
cerita dongeng. Bahkan, aku tak pernah melewatkan acara dongeng di radio yang
disiarkan setiap hari Minggu. Rasa ketertarikan itu membangkitkan keinginanku
untuk bisa membuat sebuah cerita.
Ketika kelas VI, aku mulai mencoba menuliskan kembali isi
cerita yang pernah aku baca atau pun aku dengar. Kemudian kubaca dan kuamati
sendiri tulisanku, semakin muncul rasa penasaran untuk bisa menghasilkan
tulisan yang lebih baik lagi. Lalu aku terus mencobanya hingga berulangkali.
Beranjak di bangku SMP, ketetarikanku membaca merambah pada karya sastra lainnya
seperti cerita pendek, novel, puisi, dan pantun. Tak pernah kuamati buku-buku
yang kubaca itu siapa nama penulisnya. Tapi keindahan rangkaian diksi yang
tertata rapi dan mampu menghanyutkan emosiku hingga terbawa alur cerita di
dalamnya, membuatku semakin betah menjadi kutu buku.
Jika sebelumnya aku
sering mencoba menuliskan kembali isi cerita yang aku baca dengan bahasaku
sendiri, sejak saat itu aku mulai mencoba membuat tulisan sendiri dari sesuatu
yang aku temui, lihat, dengar, dan rasakan. Baik ke dalam bentuk pantun, puisi,
maupun cerpen.
Menulis Antologi dengan Tulisan Tangan
Sebagian uang saku sengaja aku sisihkan untuk membeli buku
tulis baru yang kugunakan untuk menorehkan segala hasrat menulisku, meski
dengan tulisan tangan. Alhasil, beberapa buku kumpulan puisi, cerpen, dongeng,
dan pantun asli dengan coretan tangan kala itu, terselesaikan juga lengkap
dengan ilustrasi yang aku buat sendiri karena kebetulan aku juga suka
menggambar.
Awalnya, niatku hanyalah untuk melampiaskan segala isi hati
saja. Tapi ternyata, teman-temanku yang mengetahuinya memberikan respon yang
luar biasa dengan pembuktian buku-buku tulisanku laris manis dipinjam ke sana kemari
untuk dibaca. Sayangnya, buku-buku itu
akhirnya rusak dan tak pernah kembali.
Sampai akhirnya, ketika duduk di bangku Madrasah Aliyah, aku memilih mengambil
jurusan Bahasa dan mengikuti ekstra KIR dengan maksud untuk menyalurkan hobi .
Berbagai macam tulisanku sering menghiasi majalah dinding kala itu. Bahkan,
entah bagaimana awalnya, hingga akhirnya aku sering dimintai bantuan
teman-temanku untuk menuliskan surat cinta mereka. Aku yang saat itu sama sekali belum mengenal
cinta, bagaimana aku bisa menulis tentangnya? Dari hobi membacalah, aku
mengerti seluk beluk cinta dan mendapat banyak kosakata tentangnya. Dan
alhasil, teman-temanku selalu merasa puas dengan surat yang aku tulis.
Namun, sejak lulus dari bangku madrasah, hobi menulisku terhenti begitu saja dan
berlarut-larut tenggelam dalam bejibunya aktivitas hingga puluhan tahun
lamanya.
Even Online Mengembalikan Hobiku
Singkat cerita, bulan Desember 2016, aku menemukan sebuah even menulis online
dari beranda facebook seseorang. Setelah vakum menulis sekitar belasan
tahun, keinginan untuk kembali menulis tiba-tiba muncul seketika. Lalu aku
mencoba mengikuti even tersebut dengan penuh keraguan, apakah aku masih bisa
kembali menulis setelah sekian lama aku tak pernah melakukannya. Meski tak
juara, tapi naskah puisi yang aku kirim pertama kali waktu itu masuk sebagai
kontributor dan diterbitkan menjadi sebuah antologi puisi.
Kemudian aku ikuti even berikutnya, yakni menulis fiksi mini
genre remaja dan naskahku lolos sebagai karya terbaik ke-2. Sejak saat itu, aku
sering mengikuti even menulis online dan memperdalam materi penulisan
melalui seminar, workshop, dan pelatihan menulis yang serba online.
Dari even tersebut, sekitar 28 antologi karangan fiksi baik itu cerpen, fiksi mini, pantun, haiku, cernak, puisi, dan quote berhasil diterbitkan. Namun sayangnya, lagi-lagi, aku tak terlalu bisa menjaga buku-buku tersebut, hingga yang ada kini tinggalah piagam bukti terbitnya saja, karena buku-buku tersebut berpindah dari tangan si peminjam satu ke tangan lainnya, dan entah berakhir di mana. Yang tersisa hanyalah beberapa saja.
Buku Anak Karya Solo Pedanaku
Di sisi lain, aku merasa sangat prihatin dengan keberadaan
anak-anak zaman sekarang yang lebih tertarik bermain gadget daripada membaca
buku. Padahal seharusnya, kebiasaan membaca itu harus dimulai sejak kecil.
Karena dengan membaca, mereka bisa menambah wawasan.
Karena alasan itulah, aku sengaja menyusun cerita anak
dengan harapan akan mampu menimbulkan gairah membaca dan meningkatkan minat
baca anak-anak. Dan semoga dengan adanya buku cerita anak mampu mengalihkan
perhatian mereka dari kecanduan bermain gadget. Akhirnya, terbitlah sebuah
bacaan anak berjudul “Adit dan Pena Sakti” sebagai karya tunggal perdanaku.
Mencari Penulis Grobogan
Aktif dalam grup menulis online, memicu semangatku
untuk terus menulis. Melalui chatingan dunia maya, bersama penulis dari
berbagai penjuru Nusantara membuatku akrab dengan anggota grup yang tak pernah
bertatap muka dan mengenal secara langsung. Dan, aku merasa ada sesuatu yang
kurang. Aku memiliki keinginan untuk mengajak orang-orang sekitarku untuk
melakukan hal yang sama denganku, yakni menulis.
Melalui media sosial, aku mencoba mencari orang-orang yang
sepaham denganku. Dan dari sebuah grup “Jaringan Literasi”, aku menemukan
seorang perintis Rumah Baca Bintang dari Karangrayung, yakni Yulianto. Berawal
dari obrolan via Whatsapp, lalu meet up pertama kali di acara Pesta
Jerami Desa Wisata Banjarejo, hingga acara “Ruang Inspirasi” di rumah baca yang
dikelolanya, aku diperkenalkan dengan beberapa penulis Grobogan.
Dan aku memanfaatkan akun sosial media untuk mengenal
lebih jauh tentang orang-orang tersebut. Akhirnya, upayaku untuk membuat
antologi bersama para penulis Grobogan membuahkan hasil. Sebuah antologi
geguritan berjudul Puspawarna Gurit Pangimpen adalah sebuah bukti adanya
silaturahmi antara aku dengan mereka.
Dan akhirnya keberadaan kami menyatu dalam sebuah komunitas Forum
Silaturahmi Penulis Grobogan (FSPG) yang mana Bapak Badiatul Muchlisin Asti
sebagai founder-nya.
Aku Penulis Merdeka
Dalam menulis, aku tidaklah terlalu memikirkan akan aku
gunakan untuk apa karyaku itu, yang jelas aku suka menulis dan aku bangga jika
tulisanku bisa dibaca dan dimanfaatkan orang lain. Tak ada alasan untuk mencari
ketenaran, memenuhi sebuah persyaratan, pun memperoleh penghargaan. Yang pasti
aku suka menulis, dan aku akan tetap menulis selama rasa suka itu masih
bersarang dalam dada.
Itu pula yang membuat aku lebih suka menulis fiksi. Karenanya, aku lebih bebas mengekspresikan imajinasiku tanpa harus mencari data-data atau kebenaran sebagai penunjangnya. Selain itu, dengan menulis, bisa membuat aku lebih merasa puas dan lega jika telah menuangkan setiap kegelisahan, kesedihan, dan segala permasalahan yang kualami kedalam sebuah tulisan daripada menceritakan kepada orang lain.
Oleh karenanya, Aku lebih suka menjadi penulis yang merdeka,
yang menulis karena kemauanku sendiri, tanpa ada yang meminta, tanpa ada sebuah
tuntutan, dan keharusan yang memaksanya. Karena bagiku, menulis adalah sebuah
cara mengekspresikan rasa. Apa yang aku lakukan adalah murni karena aku
menyukai kegiatan itu dan aku sangat menikmatinya. Ada rasa kepuasan tersendiri
ketika aku berhasil menyelesaikan tulisanku, apalagi jika ada orang yang mau
membacanya.
Aku akan menuliskan apapun yang sedang aku rasakan ke dalam
sebuah tulisan, sebagai pengingat bahwa aku pernah mengalami manis pahitnya
kehidupan ini. Dan aku lebih suka jika tulisanku dikritik dari pada dipuji. Karena
aku yakin, kritikan tersebut akan membuat aku lebih termotivasi untuk membawa
tulisanku ke arah yang lebih baik lagi. Salam Literasi.*
Istikomah |
*) Istikomah, S.Pd. adalah Sekretaris Forum Silaturahmi Penulis Grobogan (FSPG). Sehari-hari mengajar di SMP N 2 Ngaringan. Tulisannya berupa puisi, geguritan, cerpen, pantun, dan lainnya, termuat dalam sejumlah buku antologi bersama. Tahun 2019, bersama beberapa penulis Grobogan, ia memprakarsai penulisan dan penerbitan buku antologi geguritan berjudul Puspawarna Gurit Pangimpen. Buku solo karyanya berjudul Adit dan Pena Sakti (Intishar Publishing, 2019).
0 Response to "Menulis, Mengekspresikan Rasa"
Posting Komentar